Standar Kompetensi Lulusan Bahasa Indonesia 2018/2019
Standar Kompetensi Lulusan Bahasa Indonesia kelas 9 2019/2020
Indikator 1. Menentukan makna kata/kalimat pada teks
Makna kata berarti pengertian atau
konsep yang dimiliki setiap kata. Makna kata baru dapat ditentukan setelah
berada di dalam konteks kalimat. Demikian juga makna kalimat baru dapat
ditentukan maknanya apabila berada dalam konteks wacana.
Secara
umum, makna kata dibedakan menjadi:
1.
Makna
Denotasi adalah makna kata yang menunjukkan pengertian sebenarnya.
2.
Makna
Konotasi adalah makna kiasan yang didasarkan atas perasaan tertentu.
3.
Makna
Leksikal adalah makna yang sesuai dengan makna yang terdapat pada kamus.
4.
Makna
Gramatikal adalah makna kata yang diperoleh dari hasil peristiwa tata bahasa.
5.
Makna
Idiomatik adalah makna yang terdpat pada kelompok kata tertentu (ungkapan)
Indikator 2. Menentukan informasi tersurat teks
Dalam sebuah teks, terdapat
informasi tersurat ataupun informasi tersirat. Informasi tersurat dinyatakan
secara langsung melalui kalimat-kalimat yang membentuk paragraf. Sementara itu,
informasi tersirat tersembunyi di balik kalimat-kalimat yang membentuk paragraf
tersebut. Informasi tersurat dapat dengan mudah ditemukan pada saat kita
membaca paragraf tersebut
Indikator 3: Menentukan bagian teks
Ada beberapa jenis teks, antara lain teks
laporan, teks eksposisi, teks ulasan, teks biografi, teks prosedur, dan teks
tanggapan kritis.
1.
Teks Laporan
Adalah bentuk hasil pengamatan yang
dilakukan dan bertujuan untuk menginformasikan hasil yang diperoleh tersebut
kepada pembaca. Teks laporan dapat pula disamakan dengan teks hasil observasi.
Teks hasil observasi adalah teks hasil pengamatan yang ditulis secara
terperinci, sistematik, dan bersifat faktual.
Struktur teks hsil observasi
terdiri atas definisi umum (bagian pembuka), deskripsi bagian (bagian isi),
dandeskripsi bagian (bagian penutup).
Bagian definisi umum berisi pengertian
sesuatu yang dibahas. Deskripsi bagian berisi gambaran tentang sesuatu cara
secara terperinci. Deskripsi manfaat merupakan bagian yang berisi manfaat atau
kegunaa.
Struktur teks hasil observasi
Definisi
umum
Teks
hasil observasi Deskripsi
bagian
Deskripsi
manfaat
2.
Teks
Eksposisi
Eksposisi adalah uraian atau paparan yang
bertujuan menjelaskan maksud dan tujuan dalam karangan.
- Tesis/opini
Struktur Teks Eksposisi : - Argumentasi
- Penegassan Ulang
Struktur teks eksposisi terdiri atas tiga
bagian, yakni tesis yang merupakan pendapat/opini, bagian argumentasi atau
alasan yang merupakan isi, dan bagian penegasan ulang yang merupakan bagian
penutup.
3.
Teks
Ulasan
Teks ulasan adalah teks yang dihasilkan dari
sebuah analisis terhadap berbagai karya sastra. Analisis tersebut berisi
tinjauan terhadap isi karya sastra baik buku, cerpen, novel, film, drama,
maupun puisi. Analisis atau tinjauan tersebut bertujuan mengetahui kualitas,
kelebihan, dan kekurangan yang dimiliki karya sastra tersebut.
- Orientasi
Struktur Teks Ulasan : - Interpretasi/tafsiran
- Evaluasi/Penegasan Ulang
- Rangkuman
Bagian orientasi berisi
gambaran umum karya sastra yang akan diulas. Gambaran umum tersebut dapat
berupa identitas dan gambaran umum karya sastra.
Interpretasi/tafsiran
berisi pandangan mengenai karya sastra. Bagian ini dilakukan setelah
mengevaluasi karya sastra tersebut. Pada bagian ini penulis karya sastra
tersebut dengan karya lain yang mirip.
Penulis juga menilai kekurangan dan kelebihan karya sastra yang diulas.
Evaluasi berisi evaluasi
karya sastra, penampilan, produksi, dan gambaran secara detail karya sastra
yang diulas. Gambaran tersebut bisa berupa bagian, ciri-ciri, dan kualitas
karya tersebut.
Rangkuman merupakan ulasan
akhir berisi simpulan karya tersebut. Salah satu jenis teks ulasan adalah
resensi. Resensi diartikan sebagai penilaian terhadap karya orang lain dengan
memberikan pertimbangan baik dan buruk karya tersebut secara objektif.
Unsur-unsur tersebut meliputi judul resensi, data buku, pendahuluan, isi, dan
penutup.
Resensi
a. Judul Resensi
Judul resensi harus sesuai dengan
keseluruhan isi resensi.
b. Identitas buku
Identitas buku mencakup judul buku, jenis buku, pengarang,
penerbit, tahun terbit, jumlah halaman, dan harga buku. Penulis harus
menunjukkan jenis buku yang diresensi termasuk fiksi atau nonfiksi.
c. Pendahuluan atau pembuka resensi
Berisi landasan berpikir peresensi. Bagian pendahuluan
biasanya mengemukakan tema dan deskripsi buku secara singkat.
d. Isi resensi
Merupakan bagian inti resensi. Bagian ini meliputi sinopsis
atau isi buku secara ringkas, ulasan singkat buku dengan kutipan secukupnya,
keunggulan buku, kelemahan buku, tinjauan bahasa, dan kesalahan cetak.
1). Sinopsis isi buku
Dalam bagian ini peresensi mengemukakan
pokok-pokok isi buku. Jika yang diresensi buku-buku fiksi, peresensi harus
mengemukakan unsur-unsur yang berhubungan dengan masalah, watak, dan latar
cerita sehingga orang lain penasaran ingin membacanya.
2). Kelemahan dan keunggulan buku
Penulisan resensi harus mengemukakan
segi-segi menarik dari buku tersebut. Penulis buku juga harus mengemukakan
kekurangan dari buku tersebut.
e. Penutup
Unsur
penutup resensi berisi buku itu penting untuk siapa dan mengapa. Peresensi juga
mengemukakan simpulan dalam bagian penutup. Penulisan resensi harus
mengemukakan nilai yang diperolehnya terhadap buku yang diresensi dan
imbauan-imbauan untuk pembaca.
4.
Teks
Biografi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
biografi berarti riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain. Dalam
biografi dijelaskan secara lengkap kehidupan tokoh sejak kanak-kanak sampai
tua, bahkan hingga tokoh tersebut meninggal. Biografi juga menjelaskan semua
jasa, karya, dan segala aspek yang dilakukan atau dihasilkan oleh seorang
tokoh.
Orientasi/pengenalan
tokoh
Struktur
Teks Biografi Peristiwa dan masalah
Reorientasi
a. Orientasi/Pengenalan Tokoh
Orientasi berisi gambaran awal tentang
tokoh atau pelaku di dalam teks biografi. Orientasi berisi pengenalan tokoh
secara umum seperti nama lengkap, tempat tanggal lahir, latar belakang
keluarga, dan riwayat pendidikan.
b. Peristiwa dan Masalah
Bagian ini berisi tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi atau pernah dialami oleh tokoh, termasuk
masalah yang dihadapinya dalam mencapai tujuan dan cita-citanya. Bagian ini
mencakup aspek menarik, mengesankan, mengagumkan, dan mengharukan yang dialami
tokoh.
c. Reorientasi
Bagian ini berisi pandangan penulis
terhadap tokoh yang diceritakan. Reorientasi boleh ada boleh tidak ada dalam
teks biografi.
5.
Teks
Prosedur
Teks prosedur adalah petunjuk yang berisi
langkah-langkah dengan tujuan tertentu.
Teks terdiri dari dua aspek, yaitu bentuk
dan isi. Bentuk teks dapat diidentifikasi berdasarkan strukturnya. Dengan
demikian struktur merupakan salah satu aspek penting suatu teks, khususnya teks
prosedur.
Struktur Teks Prosedur
Tujuan
Struktur
Teks Prosedur Bahan-bahan atau perlengkapan
Langkah-langkah
a. Tujuan
Bagian ini berisi tujuan kegiatan. Pembaca
teks segera mengetahui tujuan kegiatan pada bagian awal teks.
b. Bahan-bahan atau perlengkapan
Bagian ini berisi bahan-bahan atau
perlengkapan demi mencapai tujuan.
Bagian ini berisi langkah-langkah untuk
mencapai tujuan kegiatan berdasarkan berbagai bahan atau perlengkapan yang
tersedia. Langkah-langkah harus dilakukan secara urut agar tujuan dapat
tercapai.
6.
Teks
tanggapan Kritis
Tanggapan kritis merupakan tanggapan
(komentar) seseorang terhadap masalah berdasarkan cara berpikir kritis.
Tanggapan kritis tersebut dapat berupa kritik dukungan pernyataan setuju atau
tidak setuju tentang baik buruknya suatu masalah disertai dengan alasan logis.
Alasan tersebut harus member dukungan atau solusi permasalahan yang dibahas.
Resume
atau ringkasan
Struktur
Teks Tanggapan Kritis Kelebihan
atau kekurangan
Penilaian
menyeluruh
Indikator 4 : Menentukan ide pokok teks
Ide pokok adalah topik yang dibahas dalam
teks. Ide pokok dapat ditemukan dalam kalimat utama. Dalam kalimat utama
terdapat gagasan utama/ ide pokok. Kalimat utama dapat ditemukan diawal
paragraf, akhir paragraf, awal dan akhir
paragraf. Cara mencari gagasan utama dengan menemukan kalimat yang dijelaskan
dalam teks. Kalimat utama dijelaskan oleh kalimat-kalimat penjelas.
Indikator
5 : Menyimpulkan Isi Teks
Simpulan merupakan pendapat akhir
dari uraian sebelumnya. Ada dua prinsip dalam menyimpulkan, yaitu masuk akal
atau logis dan mampu mencakup data-data yang ada.
Menyimpulkan
isi teks dapat dilakukan dengan cara membaca keseluruhan teks. Selanjutnya
mencari ide pokok setiap paragraf. Kemudian merangkai ide pokok tersebut dalam
sebuah kalimat.
Indikator
6 : Menyimpulkan Pendapat (pro/kontra)
Pendapat
adalah hasil pemikiran atau perkiraan tentang sesuatu hal. Tidak semua orang
mempunyai pendapat yang sama terhadap suatu hasil kajian atas sebuah
permasalahan. Ada orang yang berpendapat pro ( menyetujui) hasil kajian itu.
Ada juga orang yang berpendapat kontra (menentang) hasil kajian tersebut.
Simpulan
dapat berupa kalimat tanggapan kritis. Tanggapan kritis tersebut dapat berupa
kritik dukungan pernyataan setuju atau tidak setuju tentang baik buruknya suatu
masalah disertai alasan logis.
Pendapat pro disebut tanggapan
kritis positif. Pendapat pro berupa persetujuan, dukungan, optimistis, dan
pujian. Sebaliknya, pendapat kontra disebut tanggapan kritis negatif. Pendapat
kontra berupa penolakan, kritik, pesimistis, dan keprihatinan.
Indikator
7 : Meringkas Isi Teks
Meringkas adalah kegiatan
mengikhtisarkan atau mengambil inti sari dari sebuah teks. Ringkasan sebuah
teks dibuat berdasarkan urutan isi teks.
Cara
membuat sebuah ringkasan :
1. membaca teks
secara keseluruhan
2. mencari
gagasan utama setiap paragraf
3. menyusun
kembali semua gagasan utama menjadi satu kalimat.
Indikator 8 : Membandingkan penggunaan bahasa dan pola
penyajian beberapa jenis teks
Penggunaan bahasa dan pola penyajian
beberapa teks memiliki perbedaan, hal tersebut karena perbedaan struktur teks.
Perbedaan tersebut dapat berupa: pemakaian bahasa, sudut pandang, kalimat
aktif/pasif, kalimat langsung/tidak langsung, 5W+1H, pola berbagai teks. Penggunaan
bahasa dalam teks bisa menggunakan bahasa baku dan tidak baku. Pola penyajian
teks berita dapat diketahui dengan mengajukan pertanyaan 5W+1H. Setiap kalimat
merupakan jawaban atas satu pertanyaan.
Membandingkan perbedaan penggunaan bahasa
dapat dilihat dari penggunaan kata ganti, kata hubung, rujukan kata, kata
kerja, jenis kalimat (tunggal/majemuk), atau unsur bahasa lain yang digunakan
pada kedua teks tersebut.
Pola penyajian adalah suatu cara teks
disusun. Pola penyajian tiap teks berbeda meskipun teks tersebut berjenis sama.
Misalkan pada teks laporan.
Ada
beberapa pola penyajian teks laporan :
a.
Urutan
waktu
b.
Urutan
tempat
c.
Urutan
umum khusus
d.
Urutan
khusus umum
e.
Urutan
sebab akibat
f.
Urutan
akibat sebab
Indikator 9 : Menilai keunggulan / kelemahan teks
Setiap karya sastra memiliki keunggulan dan
kelemahan. Untuk menemukan keunggulan/ kelemahan karya sastra kita harus
menelaah karya sastra tersebut dengan saksama. Karya sastra dapat dinilai dari
gaya bahasa yang digunakan, kekuatan cerita, kekonsistenan tokoh, penggambaran
latar, dan dialog-dialog yang terdapat di dalamnya.
Kegiatan menilai keunggulan atau kelemahan
adalah bagian dari resensi. Resensi adalah tulisan berisi ulasan, pertimbangan,
atau perbincangan suatu karya (sasra, nonsatra, film, atau drama). Resensi
bertujuan untuk menyampaikan informasi kepada pembaca tentang sebuah karya
patut mendapat sambutan atau tidak. Resensi buku identik dengan bedah buku,
tinjauan buku, dan timbangan buku.
Resensi buku berisi :
1.
Identitas
buku (judul, pengarang, penerbit, tahun terbit, dan tebal halaman).
2.
Sinopsis,
unsur intrinsik, ekstrinsik (buku fiksi), dan gambaran isi buku (buku nonfiksi)
3.
Nilai
buku (kelebihan dan kelemahan buku)
4.
Keterbacaan
atau kecocokan pembacanya.
Indikator 10: Mengomentari isi teks
Komentar adalah ulasan atau
tanggapan terhadap sesuatu untuk menerangkan atau menjelaskan. Mengomentasi isi
teks berarti memberi komentar atau mengulas isi tersebut.
Sebelum
memberi komentar, seseorang harus membaca karya itu terlebih dahulu. Memberi
komentar atau penilaian terhadap suatu karya terdapat dalam resensi. Salah satu unsur resensi tersebut berupa
keunggulan atau kelemahan karya tersebut.
Indikator 11 : Menentukan
makna kata dalam cerpen dan fabel.
Makna
kata baru dapat ditentukan apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimat.
Dalam sebuah cerpen atau fabel sering ditemukan kata yang memiliki makna
khusus. Kata khusus tersebut biasanya berupa kiasan, istilah asing, atau idiom.
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang setiap
katanya tetap mempertahankan kata dasar.
Indikator 12 : Menentukan makna
tersurat dalam cerpen dan fabel
Makna adalah maksud dari
suatu hal. Makna tersurat adalah makna yang secara umum dapat dipahami oleh
pembaca karya sastra karena makna tertulis dalam teks. Makna tersirat adalah
makna yang tidak tertulis / tersembunyi dalam teks.
Indikator 13 : Menentukan bagian dalam
cerpen dan fabel
Cerpen dan fabel memiliki
bagian-bagian yang membentuk alur cerita. Secara umum bagian-bagian tersebut
meliputi :
1. Perkenalan
2. Awal konflik
3. Menuju konflik
4. Puncak konflik (klimaks)
5. Penyelesaian
Konflik adalah pertentangan atau pergumulan yang
dialami oleh tokoh. Konflik dapat kita lihat dari dialog dan penggambaran
situasi sebuah cerita.
Indikator 14 : Menyimpulkan makna simbol dalam cerpen dan
fabel
Makna simbol adalah makna yang terdapat dalam
sebuah kiasan atau pengandaian. Kata yang semakna dengan simbol adalah lambang.
Untuk menyimpulkan makna simbol, kita harus memperhatikan konteks yaitu isi
cerita secara utuh.
Indikator 15 : Menyimpulkan isi
tersirat dalam cerpen / fabel
Isi tersirat sama dengan amanat ataupun pesan
moral dari cerpen atau fabel tersebut. Mencari
isi tersirat (tidak tertulis) dalam cerpen atau fabel adalah dengan membaca
keseluruhan cerpen atau fabel kemudian mencari unsur tersurat (tertulis).
Barulah mencari kesimpulan dari isi tersurat tersebut.
Indikator 16: Menyimpulkan
sebab/akibat konflik
Konflik
yang terdapat dalam sebuah cerita memiliki penyebab. Penyebab tersebut
dapat berupa masalah yang datang dari tokoh lain maupun
masalah yang
ditimbulkan oleh konflik batin tokoh.
Jenis konflik dibagi atas:
1. Konflik Batin (kejiwaan)
Adalah konflik yang terjadi dalam hati jiwa seorang tokoh cerita
2. Konflik Fisik
Adalah konflik yang disebabkan oleh adanya perbenturan antara tokoh
dengan lingkungan.
3. Konflik Sosial
Adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial atau
masalah – masalah yang muncul akibat adanya hubungan antar manusia.
Indikator 17: Membandingkan pola
pengembangan cerpen dan fabel
Perbedaan
pola pengembangan antara sebuah cerpen dengan fabel adalah adanya koda atau
penutup cerita.
Pola
pengembangan cerpen :
|
Pola
pengembangan fabel :
|
1. Orientasi
2. Komplikasi
3. Ketegangan puncak (klimaks)
4. Antiklimaks
5. Penyelesaian
|
1.
Orientasi
2.
Komplikasi
3.
Resolusi
4.
Koda
|
Struktur Teks
1.
Orientasi :
Bagian awal yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat dan waktu, dan awalan
masuk ke tahap berikutnya.
2.
Komplikasi: Bagian ini, tokoh utama berhadapan dengan
masalah (problem). Bagian ini menjadi inti teks narasi, harus ada.
Jika tidak ada masalah, masalah harus diciptakan.
3.
Resolusi
: Bagian ini merupakan
kelanjutan dari komplikasi, yaitu pemecahan masalah.
Masalah
harus diselesaikan dengan cara yang kreatif.
4.
Koda : merupakan bagian terakhir dari struktur
teks. Koda berisi perubahan yang terjadi pada tokoh dan pelajaran yang bisa
dipetik dari cerita tersebut.
Indikator 18 : Membandingkan
penggunaan bahasa cerpen dan fabel
Setiap
jenis teks memiliki ciri kebahasaan masing-masing. Perbedaan penggunaan bahasa
bisa terjadi pada jenis teks yang sama. Untuk mengetahui perbedaan jenis teks
kita perlu membandingkan antara dua teks berdasarkan ciri bahasanya, seperti
kata kerja, kata hubung, kata ganti, kata sandang, kata rujukan, latar, dan
jenis kalimat (tunggal/majemuk).
Indikator 19: Menunjukkan bukti latar dan watak tokoh dalam cerpen dan fabel
Latar / setting adalah lukisan atau penggambaran tempat, waktu, dan suasana (lingkungan sosial,
kebudayaan, adat istiadat, spiritual) terjadinya peristiwa-peristiwa. Latar
memberikan gambaran cerita secara konkret dan jelas.
Latar tempat : latar yang menunjukkan dimana peristiwa dalam cerita itu terjadi.
Latar waktu : latar yang menunjukkan kapan peristiwa dalam cerita terjadi
Latar suasana : latar yang menunjukkan perasaan atau suasana kejadian peristiwa
dalam cerpen itu terjadi.
Bukti
latar berarti menentukan keterangan atau tanda berupa kata/ kalimat pada karya
sastra yang menunjukkan kapan, dimana,
dan bagaimana sebuah peristiwa terjadi. Bukti watak berarti menentukan
keterangan atau tanda berupa kata/ kalimat bagaimana watak tokoh.
Indikator 20: Mengomentari unsur intrinsik karya sastra
Membaca
Teks Sastra
Teks
sastra adalah teks yang memuat unsur fiksi dan fantasi. Teks sastra terbagi
menjadi tiga jenis, yakni teks prosa ( contohnya cerita pendek dan fabel),
drama, dan puisi.
Cerita
pendek (cerpen) adalah cerita fiksi yang
memiliki sifat utama singkat dan dapat habis dibaca sekali duduk. Cerpen
memiliki unsur-unsur pembangun yang disebut unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik.
Unsur intrinsik merupakan unsur membangun cerita dari
dalam terdiri atas tema, alur,
tokoh, latar, gaya
bahasa, sudut pandang,dan amanat.
Unsur ekstrinsik terdiri atas latar belakang penulis,
unsur budaya, rentang waktu pembuatan cerita tersebut.
Fabel adalah cerita
yang menjadikan hewan sebagai tokoh utamanya. Hewan-hewan dalam fabel dapat
berbicara dan bertingkah laku seperti manusia. Dalam cerita fabel banyak
mengandung pesan moral.
Drama adalah suatu
karya sastra yang ditulis dalam bentuk percakapan/dialog. Ada berbagai jenis
drama menurut penyajian kisah, antara lain: tragedi, komedi, tragekomedi,
opera, melodrama, farce, tablo, dan sendratari.
Puisi adalah karya
sastra yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi padu dan
pemilihan kata-kata kias.
Majas dalam Puisi
Majas
merupakan gaya bahasa kias yang digunakan untuk memuncukan suatu efek tertentu.
Menurut Henry Guntur Tarigan, majas dibedakan dalam empat kelompok.
1. Majas
Perbandingan
a.
Metafora,
majas membadingkan dua objek secara langsung, tanpa menggunakan pembanding.
b. Simile, majas membandingkan dua objek
berlainan, tetapi dianggap sama. Perbandingan tersebut ditandai dengan
menggunakan kata seperti, sebagai, bak,
ibarat, laksana, dan laksana.
c.
Personifikasi,
majas menggambarkan benda-benda seolah-olah memiliki sifat seperti manusia.
2. Majas
Pertentangan
a.
Hiperbola,
majas mengandung pernyataan berlebih-lebihan.
b. Litotes, majas menyatakan sesuatu lebih
rendah daripada sebenarnya.
c.
Ironi,
majas menyatakan makna bertentangan dengan maksud mengolok-olok, tetapi
menggunakan kata-kata halus.
3. Majas
Pertautan
a.
Sinekdoke
pars pro toto, majas menyebutkan nama sebagian sebagai pengganti nama
keseluruhan.
b. Sinekdoke totem pro parte, majas
menyebutkan nama keseluruhan sebagai pengganti nama sebagian.
4. Majas
Perulangan
a.
Aliterasi,
majas memanfaatkan kata-kata memiliki persamaan bunyi pada awal kata.
b.
Asonansi,
majs perulangan berwujud perulangan vokal sama.
Unsur Intrinsik
Puisi
|
Cerpen
|
Drama
|
Unsur-unsur
Bentuk:
1.
Diksi : Pilihan kata
2.
Unsur Wujud, yaitu unsur puisi dibentuk dari susunan
kata, baris bait, hingga membentuk puisi.
3.
Unsur Pertautan antarbaris atau antarbait bersifat
imajinatif.
4.
Unsur Musikalitas berwujud rima dan irama. Rima
adalah persamaan bunyi. Irama adalah pengulangan bunyi, kata, frasa, dan
kalimat.
5.
Unsur gaya dan bahasa.
Unsur-unsur
Isi :
1.
Tema, yaitu gagasan pokok yang dikemukakan oleh
penyair melalui puisi. Tema bersifat khusus, objektif, dan lugas.
2.
Amanat, yaitu kesan yang ditangkap pembaca setelah
membaca puisi.
3.
Nada dan Suasana Puisi. Nada mengungkapakan sikap
penyair terhadap pembaca. Suasana menyangkut pengungkapan sikap penyair.
4.
Perasaan menyangkut sesuatu yang diungkapkan
penyair.
5.
Citraan, berhubungan dengan indra manusia. Citraan
dalam puisi meliputi pendengaran, penglihatan, perasaan, perabaan, penciuman,
dan pencecap.
|
1.
Tema : pokok pikiran pengarang.
2.
Perwatakan/penokohan : cara pengarang menggambarkan
watak tokoh.
3.
Latar/ setting : keterangan tentang tempat, waktu,
dan suasana.
4.
Alur/ plot : rangkaian peristiwa membentuk cerita
dengan dasar hubungan sebab akibat.
5.
Gaya Bahasa :
corak pemakaian bahasa.
6.
Sudut pandang : cara pandang pengarang.
7.
Amanat : pesan yang disampaikan pengarang.
|
1.
Tema : ide pokok pengarang dalam cerita drama.
2.
Penokohan : individu yang terlibat/ memainkan peran
dalam cerita drama.
3.
Latar/ setting : keterangan tentang tempat, waktu,
dan suasana.
4.
Alur/ plot : rangkaian peristiwa membentuk cerita
dengan dasar hubungan sebab akibat.
5.
Dialog : serangkaian percakapan dalam cerita.
6.
Konflik : masalah, pertikaian, pertentangan yang
terjadi dalam drama.
7.
Tata artistik : setting panggung.
8.
Casting : pemilihan pemeran/pemain.
9.
Akting : perilaku para pemain di panggung.
10. Amanat
: pesan yang ada dalam drama.
|
Cara Menentukan Penokohan:
1. Teknik Analitik, pengarang
menceritakan karakter tokoh secara langsung.
2. Teknik dramatik, pengarang
menceritakan karakter tokoh melalui :
a.
Penggambaran fisik tokoh dan perilaku tokoh.
b. Penggambaran
lingkungan kehidupan tokoh.
c.
Pengungkapan pikiran tokoh
d. Penggambaran
yang dilakukan oleh tokoh lain.
e.
Penggambaran melalui dialog tokoh.
Indikator
21 : Melengkapi istilah/kata dalam kalimat
Untuk melengkapi kalimat rumpang kita harus
memperhatikan kepaduan kalimat (kohesif) dan berhubungan (koherensi). Perlu diperhatikan juga kata yang
digunakan, berupa kata dasar atau kata
berimbuhan. Selain itu, penggunaan diksi atau pilihan kata juga harus
diperhatikan agar kalimat tersebut padu.
Indikator 22: Menyusun urutan kalimat berbagai
jenis teks
Hal
yang harus diperhatikan dalam menyusun urutan kalimat adalah kelogisan dan
kepaduan kalimat tersebut. Koherensi digunakan untuk memperoleh urutan kalimat
yang sistematis. Penanda koherensi antara lain, pengulangan kata/frasa,
konjungsi, kata ganti, dan situasi.
Kepaduan paragraf didukung oleh 1)masalah kebahasaan; 2) perincian dan urutan
isi.
Indikator 23 : Melengkapi
paragraf dengan kalimat
Sebuah paragraf rumpang dapat dilengkapi dengan kata atau kalimat, maka kita harus
memerhatikan kepaduan kalimat dengan kalimat sebelumnya. Beberapa jenis kata memiliki variasi kata bermakna
sama. Kata tersebut digunakan untuk mengganti kata lain yang bermakna sama.
1.
Sinonim
Adalah beberapa kata yang memiliki bentuk
berbeda, tetapi memiliki arti atau pengertian yang sama/mirip. Sinonim disebut
juga persamaan kata/padanan kata.
Contoh :
Ø
Belajarlah
untuk dapat menggapai cita-citamu. Arti : meraih.
Ø
Bunga
mawar banyak tumbuh di
pegunungan daripada di perkotaan. Arti : bunga yang berwarna merah, berduri dan
harum.
2.
Konotasi
Adalah makna atau arti tambahan pada arti
sebenarnya, bukan makna kias. Makna konotasi bukan ungkapan ( bermakna kias)
Contoh :
Ø
Andreas
masih terlalu hijau dalam pekerjaan ini. (hijau : belum berpengalaman)
Ø
Jangan
pernah lari dari masalah yang kamu hadapi. ( lari : menghindar
3.
Ungkapan
Adalah gabungan kata yang memiliki makna
khusus dan tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa dan situasi
lain.
Contoh :
Ø
Karena
terus diledek oleh teman-temannya,
Joshua pun naik pitam. Arti : marah
Ø
Sewaktu
masih muda nenekku adalah bunga desa di sini.
Arti :
perempuan cantik yang banyak disukai para pemuda di sebuah desa.
Indikator
24 : Melengkapi bagian teks (eksposisi, deskripsi, ulasan, dll.)
Paragraf
rumpang dapat dilengkapi dengan kata baku, kata serapan, kata ulang, dan
kalimat.
1.
Kata Baku
Kata baku adalah kata yang cara pengucapan atau
penulisannya sesuai dengan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), tata bahasa
baku, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.
2.
Kata Serapan
Dalam perkembangannya Bahasa Indonesia mengambil unsur
atau kata dari bahasa daerah atau bahasa
asing. Kata-kata yang diserap terlebih
dahulu disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, baik dari aspek pengucapan
maupun penulisannya. Kata itulah yang dinamakan kata serapan.
3.
Kata Ulang
Kata ulang merupakan kata yang dihasilkan dari proses reduplikasi
atau pengulangan. Proses pengulangan merupakan proses pembentukan kata dengan
mengulang kata dasarnya baik secara utuh atau sebagian, dengan variasi vonem
atau tidak.
Ada empat macam pengulangan, antara lain :
a.
Pengulangan utuh (seluruhnya)
Merupakan proses pengulangan dengan mengulang seluruh bentuk dasar.
Pengulangan utuh disebut juga dwilingga.
Contoh :
ü satu –
satu
ü malu-malu
b.
Pengulangan sebagian
Merupakan proses pengulangan yang mengulang sebagian bentuk dasar, baik
suku kata bagian depan atau belakang.
Pengulangan sebagian dibagi menjadi dua: dwipurwa dan dwiwasana.
Dwipurwa adalah proses pengulangan bentuk dasar dengan mengulang suku
kata pertama.
Contoh :
ü dedaunan
ü rerumputan
Dwiwasana adalah proses pengulangan bentuk dasar dengan mengulang suku
kata terakhir.
Contoh :
ü makan-makanan
ü berlari-lari
c.
Pengulangan berimbuhan
Merupakan proses pengulangan bentuk dasar dengan menambah imbuhan.
Contoh :
ü kehijau-hijauan
ü kuda-kudaan
d.
Pengulangan berubah bunyi
Merupakan proses pengulangan yang mengulang seluruh bentuk dasar
disertai dengan perubahan bunyi atau fonem. Pengulangan berubah bunyi disebut
dwilingga salin swara.
Contoh :
ü gerak-gerik
ü sayur-mayur
Kata ulang semu bukan kata ulang melainkan kata dasar.
Contoh :
ü laba-laba
ü kupu-kupu
Makna
Kata Ulang
a.
menyatakan banyak : anak-anak, rumah-rumah
b.
menyatakan banyak tak tentu : daun-daun, pohon-pohon
c.
menyatakan intensitas, menyangatkan, atau mengeraskan
arti : besar-besar, rajin-rajin
d.
menyatakan sungguh-sungguh atau intensif : kuat-kuat
e.
menyatakan tingkat yang paling tinggi :
setinggi-tingginya, sebanyak-banyaknya
f.
menyatakan agak (sifat) :kekuning-kuningan,
kebarat-baratan, kekanak-kanakan
g.
menyatakan berulang-ulang :berkali-kali
h.
menyatakan saling/berbalasan/resiprokal :
salam-salaman, cubit-cubitan
i.
menyatakan makna menyerupai atau tiruan
:mobil-mobilan, rumah-rumahan
j.
menyatakan tak bersyarat atau meskipun :kecil-kecil
k.
menyatakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
pekerjaan yang disebut pada kata dasarnya : masak-memasak, jahit-menjahit
4.
Kalimat
Kalimat adalah deretan kata yang mengandung satu
pengertian lengkap. Kalimat harus disusun secara efektif. Syarat kalimat
efektif yaitu logis, hemat, dan padu. Struktur kalimat baik harus mengandung
unsur S-P (Subjek-Predikat). Kalimat efektif ditandai kejelasan ditandai
kejelasan fungsi kata, kelogisan kalimat, penggunaan kata ganti, dan
keefisienan (penggunaan kata tidak mubazir).
Indikator 25 : Memvariasikan kata
Beberapa
kata dalam bahasa Indonesia memiliki variasi kata yang bermakna sama. Kata
tersebut dapat digunakan untuk mengganti kata lain yang bermakna sama.
Kata-kata pengganti tersebut merupakan kata bersinonim, kata berkonotasi, dan
ungkapan.
Indikator
26 : Memvariasikan kalimat
Kalimat
adalah deretan kata yang mengandung satu pengertian lengkap. Setiap kata
menempati jabatan yang berbeda. Kata-kata tersebut dapat berfungsi sebagai
subjek, predikat, objek, pelengkap, atau keterangan. Fungsi kata tersebut
membentuk pola kalimat. Berikut
pola kalimat utama dalam bahasa Indonesia.
1.
Subjek-Predikat (S-P)
Contoh:
Ø Marcho pintar
S P
Ø Lintang sangat rajin
S P
2.
Subjek-Predikat-Objek (S-P-O)
Contoh :
Ø Renza membeli
buku
S P O
Ø Jesica menari
Bali Dance
S P
O
3.
Subjek-Predikat-Keterangan (S-P-K)
Contoh :
Ø Bara pergi
ke Medan
S P K
Ø Mona pulang
kemarin
S P K
4.
Subjek-Predikat-Pelengkap (S-P-Pel)
Contoh :
Ø Siska berkebaya merah
S P Pel
Ø Fonsa sakit
kepala
S P
Pel
5.
Subjek-Predikat-Objek-Pelengkap (S-P-O-Pel)
Contoh :
Ø Putri membeli buku
PUEBI
S P O
Pel
Ø Ayu memasak sup
sosis
S P O
Pel
6.
Subjek-Predikat-Objek-Keterangan (S-P-O-K)
Contoh :
Ø Vigo membeli sepatu di toko
S P O
K tempat
Ø Dion menyiram tanaman pada
sore hari
S P
O K waktu
7.
Keterangan-Subjek-Predikat (K-S-P)
Contoh :
Ø Kemarin Jovian belajar
K waktu P P
Ø Ke Yogja kami
berwisata
K tempat S
P
Indikator
27 : Menulis dengan ilustrasi tertentu
Menulis pada
dasarnya adalah usaha untuk menuangkan ide,pikiran, perasaan, dan kemauan
dengan wahana bahasa tulis. Apabila kita akan menulis teks dengan ilustrasi
tertentu kita harus memperhatikan data yang terdapat pada teks. Dan untuk
mengubah satu teks misalkan dari teks observasi ke teks eksposisi perlu
memperhatikan struktur teks tersebut.
Indikator
28 : Mengubah teks ke bentuk lain
Mengubah teks
ke bentuk lain disebutjuga mengonversikan teks. Sebuah teks dapat diubah
menjadi bentuk teks yang lain. Misalnya teks eksplanasi ke teks prosedur. Hal
yang harus diperhatikan ketika kita akan mengubah sebuah teks ke bentuk lain
adalah kita harus menyusun teks tersebut sesuai dengan struktur teks yang baru.
Misalnya, jika kita hendak mengubah teks laporan hasil observasi menjadi teks
eksposisi, kita harus mengetahui struktur teks eksposisi dan memastikan
penulisannya sesuai dengan struktur teks eksposisi.
Indikator
29 : Menunjukkan kata yang tidak sesuai kaidah
Hal
yang perlu diperhatikan dalam kata yang tidak
sesuai kaidah bahasa
Indonesia adalah pilihan kata dan lazim tidaknya. Untuk lebih
memahami kaidah tersebut kalian bisa mempelajari Buku Ejaan Bahasa Indonesia.
Dan untuk mengetahui kosa kata yang baku kalian bisa melihat Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI).
Indikator
30 : Menunjukkan kalimat yang tidak sesuai kaidah
Kalimat yang tidak sesuai kaidah dapat
dicermati dari kesalahan penggunaan kalimat, kalimat tidak efektif, dan kalimat
tidak padu.
Sebuah kalimat dikatakan tidak efektif apabila tidak
memenuhi hal berikut:
1. Unsur-unsur
kalimat tidak lengkap
Sebuah kalimat
minimal terdapat dua unsur yaitu subjek dan predikat.
2.
Unsur-unsur kalimat tidak tepat
Unsur-unsur dalam
kalimat harus ditempatkan pada tempat yang tepat. Maksudnya jabatan
subjek-predikat diletakkan pada tempat yang tepat, jika tidak maka kalimat
tersebut menjadi tidak efektif.
3. Penggunaan
unsur-unsur kalimat yang berlebihan
Unsur yang
berlebihan tersebut dapat berupa penggunaan kata yang sama artinya atau
pemakaian kata tugas yang tidak perlu.
4. Pilihan
kata yang tidak tepat
Kesalahan pemilihan
kata bisa dipengaruhi oleh pemakaian bahasa sehari-hari atau pengaruh dari
bahasa asing juga ketidakpahaman makna kata.
5.
Tidak logis
Kalimat logis
artinya perkataan yang masuk akal,
sesuai dengan logika, benar menurut penalaran.
Indikator
31 : Menggunakan kata bentukan (mengisi kata sesuai kaidah
bentukan kata)
Bentuk kata dalam
bahasa Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu kata dasar dan kata bentukan.
Kata dasar merupakan suatu kata yang utuh dan belum mendapat imbuhan apapun.
Kata bentukan merupakan kata yang sudah dibentuk dari kata dasar dengan
menambahkan imbuhan.
Imbuhan
terdiri atas empat macam,
1. Awalan
(prefiks), imbuhan yang terletak pada
awal kata.
2. Akhiran
(sufiks), imbuhan yang terletak pada akhir kata.
3. Sisipan
(infiks), imbuhan yang terletak di tengah kata.
4. Gabungan
imbuhan (konfiks), imbuhan yang terletak pada awal kata dan akhir kata
sekaligus.
1.
Awalan (prefiks)
Ada beberapa jenis awalan, yaitu meN-, ber-, di-,
ter-, peN-, se-, per-, dan ke-
2.
Akhiran (sufiks)
Ada beberapa jenis akhiran, yaitu –kan, -I, dan –an.
3.
Sisipan (infiks)
Ada beberapa jenis sisipan, yaitu –in, -el, -em, -er,
dan -ah
4.
Gabungan imbuhan (konfiks)
Ada beberapa jenis gabungan konfiks, yaitu ke-an,
peN-an, per-an, ber-an, dan se-nya.
Indikator
32 : Menggunakan konjungsi dalam kalimat
Konjungsi
biasa disebut kata penghubung. Konjungsi terbagi menjadi konjungsi intra
kalimat dan konjungsi antar kalimat. Konjungsi intra kalimat terdiri dari
konjungsi koordinatif, konjungsi korelatif, dan konjungsi subordinatif.
1.
Konjungsi
Koordinatif
Adalah konjungsi yang menghubungkan
klausa atau kata yang berkedudukan sama.
Jenis
konjungsi koordinatif:
a.
Penambahan
(dan, serta, beserta)
b.
Perlawanan
(tetapi, melainkan)
c.
Pemilihan
(atau)
d.
Pembetulan
(melainkan, hanya)
e.
Penegasan
(bahkan, malah, malahan, lagipula, apalagi, jangankan)
f.
Pembatasan
(kecuali, hanya)
g.
Pengurutan
(lalu, kemudian, selanjutnya)
h.
Penyamaan
(yaitu, yakni, adalah, ialah)
i.
Penjelasan
(bahwa)
j.
Penyimpulan
(jadi, karena itu, oleh sebab itu, maka, maka itu, dengan demikian, dengan
begitu)
2.
Konjungsi
Subordinatif
Adalah
konjungsi yang menghubungkan klausa atau kata yang berkedudukan sama.
Jenis
konjungsi subordinatif:
a.
Menyatakan
waktu
§ Waktu batas permulaan (sejak, sedari)
§ Waktu bersamaan (serta, sewaktu, tatkala,
ketika, selama, sambil, sementara, selagi, dan seraya)
§ Waktu berurutan (sebelum, begitu, sesudah,
sesuai, sehabis, setelah, selesai)
§ Waktu batas akhir (sampai, hingga)
b.
Menyatakan
syarat (jika, asalkan, manakala, jikalau, kalau, apabila, bilamana)
c.
Pengandaian
(seandainya, sekiranya, andaikan, andaikata, umpamanya)
d.
Tujuan
(biar, agar, supaya)
e.
Konsesif
(meskipun, biarpun, kendatipun, sekalipun, walaupun)
f.
Perbandingan
(laksana, alih-alih, sebagaimana, seakan-akan, sebagai, seolah-olah, bak,
ibarat, seperti)
g.
Menerangkan
akibat atau hasil (akibatnya, sampai, hingga, sehingga, maka)
h.
Menerangkan
sebab (sebab, oleh karena, karena)
i.
Menyatakan
alat (dengan, tanpa)
j.
Menyatakan
cara (dengan)
k.
Komplementasi
(bahwa)
3.
Konjungsi
Korelatif
Adalah
konjungsi yang menyatukankan dua kata, frase atau klausa yang berkedudukan
sama.
Jenis
konjungsi korelatif:
§ baik ... maupun. Contoh: Tak ada yang
sempurna, baik aku maupun dia.
§ tidak hanya ... tetapi, contoh : Rumah itu tidak
hanya tinggi tetapi juga megah.
§ demikian ... sehingga, contoh: Toko itu
dibuat sedemikian rupa sehingga menarik untuk dikunjungi pembeli.
§ apakah ... atau ..., contoh: Aku tidak
perduli apakah pulang atau pergi aku tetap menyayanginya.
§ entah ...entah ..., contoh: Dia akan
menerima kadoku entah suka entah tidak.
4. Konjungsi Antar Kalimat
Adalah
konjungsi yang menghubungkan suatu kalimat dengan kalimat yang lain. Konjungsi
antar kalimat meliputi:
a.
menerangkan
kesediaan untuk melakukan suatu hal (demikian, biarpun, sungguhpun, begitu,
sekalipun, demikian, walaupun demikian)
b.
menerangkan
lanjutan dari sebuah peristiwa maupun keadaann (lalu, sesudah itu, kemudian,
setelah itu)
c.
menerangkan
suatu hal keadaan atau peristiwalain di luar hal yang telah disebutkan
sebelumnya (lagipula, tambahan pula, selain itu)
d.
menyatakan
kebalikan dari hal yang diterangkan sebelumnya (sebaliknya)
e.
menerangkan
situasi/keadaan sebenarnya (sesungguhnya, bahwasanya)
f.
menguatkan
situasi/keadaan yang disebutkan sebelumnya (malahan, bahkan)
g.
menerangkan
pertentangan kondisi/keadaan yang disebutkan sebelumnya (akan tetapi, namun)
h.
menerangkan
konsekuensi (dengan demikian)
i.
menerangkan
akibat (oleh sebab itu, oleh karena itu)
j.
menerangkan
peristiwa yang mendahului suatu hal yang disebutkan sebelumnya (sebelum itu)
k.
menerangkan
keeklusifan dari suatu hal yang disebutkan sebelumnya (kecuali itu)
5. Konjungsi Antar Paragraf
Adalah
konjungsi yang menghubungkan paragraf dengan paragraf sebelumnya berdasarkan
kandungan makna. Konjungsi antarparagraf meliputi: adapun, mengenai, akan hal,
dalam pada itu. Selain itu, konjungsi antarparagraf yang biasa terdapat dalam
cerita sastra lama yaitu alkisah, sebermula,arkian, syahdan.
Indikator
33 : Memperbaiki kesalahan penggunaan kata, kalimat, dan
ketidakpaduan paragraf.
Memperbaiki
kesalahan penggunaan kata dalam kalimat, kalimat tidak efektif, dan kalimat
tidak dalam paragraf perlu mencermati hal sebagai berikut:
1.
Kalimat
efektif, mudah dipahami, tidak bertentangan dengan logika
2.
Pilihan
kata yang digunakan tepat
3.
Kata
yang digunakan tidak berlebihan dan tidak ambigu (bermakna ganda)
4.
Kata
yang digunakan sesuai dengan kaidah kebahasaan dan lazim pemakaiannya
Indikator
34 : Menentukan alasan kesalahan penggunaan kata, kalimat,
dan ketidakpaduan paragraf.
Hal-hal
yang perlu dicermati:
1.
Kalimat
efektif, mudah ditangkap dan dipahami, tidak bertentangan dengan logika, kata
yang digunakan tepat, tidak ada yang mubazir (berlebihan) dan tidak ambigu
(bermakna ganda).
2.
Pilihan
kata (mengungkapkan gagasan secara cermat), benar (sesuai dengan kaidah
kebahasaan), lazim pemakaiannya.
3.
Alasan
mengapa kata, kalimat, dan ketidakpaduan paragraf tersebut salah dan bagaimana
cara memperbaikinya.
Indikator
35 : Menunjukkan kesalahan penggunaan ejaan.
Kesalahan penggunaan ejaan meliputi
pemakaian huruf (penulisan huruf kapital) dan penulisan kata. Lihat PUEBI!
Indikator
36 : Menunjukkan kesalahan penggunaan tanda baca.
Kesalahan penggunaan
tanda baca meliputi tanda titik (.), tanda koma (,), tanda tanya (?), tanda
seru (!), tanda titik dua (:), dan tanda petik (“...”).
Indikator
37 : Menggunakan ejaan.
Hal perlu dicermati adalah
penggunaan huruf kapital dan kata tidak baku. Lihat PUEBI!
Indikator
38 : Menggunakan tanda baca.
Hal yang perlu dicermati adalah
penggunaan tanda baca yang lebih umum seperti tanda titik (.), tanda koma (,),
tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda titik dua (:), dan tanda petik (“...”).
Indikator
39 : Memperbaiki kesalahan penggunaan ejaan.
Lingkup materi memperbaiki kesalahan
penggunaan ejaan berupa perbaikan terhadap kesalahan penggunaan huruf
diataranya huruf kapital, kesalahan penulisan kata (kata berimbuhan). Hal yang
perlu dicermati adalah kaidah penulisan ejaan.
Indikator
40 : Memperbaiki kesalahan penggunaan tanda baca.
Langkah dalam memperbaiki kesalahan
penggunaan tanda baca :
1.
Menemukan
kesalahan penggunaan tanda baca
2.
Memperbaiki
kesalahan penggunaan tanda baca
Indikator
41 : Menentukan alasan kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca.
Langkah
dalam menentukan alasan kesalahan penggunaan ejaan :
1.
Menemukan
kesalahan penggunaan ejaan
2.
Menentukan
alasan kesalahan penggunaan ejaan (penggunaan huruf kapital, penulisan huruf
pada kata, penulisan kata berimbuhan)
3.
Menentukan
alasan kesalahan penggunaan tanda baca pada kalimat atau paragraf.
SELAMAT BELAJAR