Senin, 27 November 2017

SKL 20


Indikator 20: Mengomentari unsur intrinsik karya sastra

Teks Sastra
       
Teks sastra adalah teks yang memuat unsur fiksi dan fantasi. Teks sastra terbagi menjadi tiga jenis, yakni teks prosa ( contohnya cerita pendek dan fabel), drama, dan puisi.
        Cerita pendek (cerpen)  adalah cerita fiksi yang memiliki sifat utama singkat dan dapat habis dibaca sekali duduk. Cerpen memiliki unsur-unsur pembangun yang disebut unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
       
Unsur intrinsik merupakan unsur membangun cerita dari dalam terdiri atas tema, tokoh, latar, dan amanat.

Unsur ekstrinsik terdiri atas latar belakang penulis, unsur budaya, rentang waktu pembuatan cerita tersebut.
Fabel adalah cerita yang menjadikan hewan sebagai tokoh utamanya. Hewan-hewan dalam fabel dapat berbicara dan bertingkah laku seperti manusia. Dalam cerita fabel banyak mengandung pesan moral.
Drama adalah suatu karya sastra yang ditulis dalam bentuk percakapan/dialog. Ada berbagai jenis drama menurut penyajian kisah, antara lain: tragedi, komedi, tragekomedi, opera, melodrama, farce, tablo, dan sendratari.
Puisi adalah karya sastra yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi padu dan pemilihan kata-kata kias. 


Unsur Intrinsik
Puisi
Cerpen
Unsur-unsur Bentuk:
1.    Diksi : Pilihan kata
2.   Unsur Wujud, yaitu unsur puisi dibentuk dari susunan kata, baris bait, hingga membentuk puisi.
3.   Unsur Pertautan antarbaris atau antarbait bersifat imajinatif.
4.   Unsur Musikalitas berwujud rima dan irama. Rima adalah persamaan bunyi. Irama adalah pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat.
5.   Unsur gaya dan bahasa.

Unsur-unsur Isi :
1.    Tema, yaitu gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair melalui puisi. Tema bersifat khusus, objektif, dan lugas.
2.   Amanat, yaitu kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi.
3.   Nada dan Suasana Puisi. Nada mengungkapakan sikap penyair terhadap pembaca. Suasana menyangkut pengungkapan sikap penyair.
4.   Perasaan menyangkut sesuatu yang diungkapkan penyair.
5.   Citraan, berhubungan dengan indra manusia. Citraan dalam puisi meliputi pendengaran, penglihatan, perasaan, perabaan, penciuman, dan pencecap.

1.    Tema : pokok pikiran pengarang.
2.   Perwatakan/penokohan : cara pengarang menggambarkan watak tokoh.
3.   Latar/ setting : keterangan tentang tempat, waktu, dan suasana.
4.   Alur/ plot : rangkaian peristiwa membentuk cerita dengan dasar hubungan sebab akibat.
5.   Gaya Bahasa : corak pemakaian bahasa.
6.   Sudut pandang : cara pandang pengarang.
7.   Amanat : pesan yang disampaikan pengarang.




Drama
1.   Tema : ide pokok pengarang dalam cerita drama.
2.   Penokohan : individu yang terlibat/ memainkan peran dalam cerita drama.
3.   Latar/ setting : keterangan tentang tempat, waktu, dan suasana.
4.   Alur/ plot : rangkaian peristiwa membentuk cerita dengan dasar hubungan sebab akibat.
5.   Dialog : serangkaian percakapan dalam cerita.
6.   Konflik : masalah, pertikaian,   pertentangan yang terjadi dalam drama.
7.   Tata artistik : setting panggung.
8.   Casting : pemilihan pemeran/pemain.
9.   Akting : perilaku para pemain di panggung. 
10.     Amanat : pesan yang ada dalam drama.


  Cara Menentukan Penokohan:
      1. Teknik Analitik, pengarang menceritakan karakter tokoh secara langsung.
       2. Teknik dramatik, pengarang menceritakan karakter tokoh melalui :
a. Penggambaran fisik tokoh dan perilaku tokoh.
b. Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh.
c.  Pengungkapan pikiran tokoh
d. Penggambaran yang dilakukan oleh tokoh lain.
e. Penggambaran melalui dialog tokoh.


Indikator 21: Melengkapi istilah/kata dalam kalimat
         
Untuk melengkapi kalimat rumpang kita harus memperhatikan kepaduan kalimat ( kohesif) dan berhubungan (koherensi). Selain itu, penggunaan diksi atau pilihan kata juga harus diperhatikan agar kalimat tersebut padu.

Indikator 22: Menyusun urutan kalimat berbagai jenis teks

Hal yang harus diperhatikan dalam menyusun urutan kalimat adalah kelogisan dan kepaduan kalimat tersebut. Koherensi digunakan untuk memperoleh urutan kalimat yang sistematis. Penanda koherensi antara lain, pengulangan kata/frasa, konjungsi, kata ganti, dan situasi.

Indikator 23 : Melengkapi paragraf
Sebuah paragraf rumpang dapat dilengkapi dengan kata atau kalimat, maka kita harus memerhatikan kepaduan kalimat dengan kalimat sebelumnya. Beberapa jenis kata memiliki variasi kata bermakna sama. Kata tersebut digunakan untuk mengganti kata lain yang bermakna sama.
1.       Sinonim
Adalah beberapa kata yang memiliki bentuk berbeda, tetapi memiliki arti atau pengertian yang sama/mirip. Sinonim disebut juga persamaan kata/padanan kata.
Contoh :
Ø  Belajarlah untuk dapat menggapai cita-citamu. Arti : meraih.
Ø  Bunga mawar banyak tumbuh di pegunungan daripada di perkotaan. Arti : bunga yang berwarna merah, berduri dan harum.

2.       Konotasi
Adalah makna atau arti tambahan pada arti sebenarnya, bukan makna kias. Makna konotasi bukan ungkapan ( bermakna kias)
Contoh :
Ø  Andreas masih terlalu hijau dalam pekerjaan ini. (hijau : belum berpengalaman)
Ø  Jangan pernah lari dari masalah yang kamu hadapi. ( lari : menghindar
3.       Ungkapan
Adalah gabungan kata yang memiliki makna khusus dan tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa dan situasi lain.
Contoh :
Ø  Karena terus diledek oleh teman-temannya,  Joshua  pun naik pitam.  Arti : marah
Ø  Sewaktu masih muda nenekku adalah bunga desa di sini.
Arti : perempuan cantik yang banyak disukai para pemuda di sebuah desa.




Indikator 24 : Melengkapi bagian teks
          Paragraf rumpang dapat dilengkapi dengan kata baku, kata serapan, kata ulang, dan kalimat.
1.      Kata Baku
Kata baku adalah kata yang cara pengucapan atau penulisannya sesuai dengan kaidah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), tata bahasa baku, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

2.     Kata Serapan
Dalam perkembangannya Bahasa Indonesia mengambil unsur atau  kata dari bahasa daerah atau bahasa asing.  Kata-kata yang diserap terlebih dahulu disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, baik dari aspek pengucapan maupun penulisannya. Kata itulah yang dinamakan kata serapan.

3.     Kata Ulang
Kata ulang merupakan kata yang dihasilkan dari proses reduplikasi atau pengulangan. Proses pengulangan merupakan proses pembentukan kata dengan mengulang kata dasarnya baik secara utuh atau sebagian, dengan variasi vonem atau tidak.
Ada empat macam pengulangan, antara lain :
a.    Pengulangan utuh (seluruhnya)
Merupakan proses pengulangan dengan mengulang seluruh bentuk dasar. Pengulangan utuh disebut juga dwilingga.
Contoh :
ü  satu – satu
ü  malu-malu
b.    Pengulangan sebagian
Merupakan proses pengulangan yang mengulang sebagian bentuk dasar, baik suku kata bagian depan atau belakang.
Pengulangan sebagian dibagi menjadi dua: dwipurwa dan dwiwasana.
Dwipurwa adalah proses pengulangan bentuk dasar dengan mengulang suku kata pertama.
Contoh :
ü  dedaunan
ü  rerumputan
Dwiwasana adalah proses pengulangan bentuk dasar dengan mengulang suku kata terakhir.
Contoh :
ü  makan-makanan
ü  berlari-lari
c.    Pengulangan berimbuhan
Merupakan proses pengulangan bentuk dasar dengan menambah imbuhan.
Contoh :
ü  kehijau-hijauan
ü  kuda-kudaan
d.    Pengulangan berubah bunyi
Merupakan proses pengulangan yang mengulang seluruh bentuk dasar disertai dengan perubahan bunyi atau fonem. Pengulangan berubah bunyi disebut dwilingga salin swara.
Contoh :
ü  gerak-gerik
ü  sayur-mayur

Kata ulang semu bukan kata ulang melainkan kata dasar.
Contoh :
  ü  laba-laba
  ü  kupu-kupu

Makna Kata Ulang
a.     menyatakan banyak : anak-anak, rumah-rumah
b.     menyatakan banyak tak tentu : daun-daun, pohon-pohon
c.     menyatakan intensitas, menyangatkan, atau mengeraskan arti : besar-besar, rajin-rajin
d.     menyatakan sungguh-sungguh atau intensif : kuat-kuat
e.     menyatakan tingkat yang paling tinggi : setinggi-tingginya, sebanyak-banyaknya
f.     menyatakan agak (sifat) :kekuning-kuningan, kebarat-baratan, kekanak-kanakan
g.     menyatakan berulang-ulang :berkali-kali
h.     menyatakan saling/berbalasan/resiprokal : salam-salaman, cubit-cubitan
i.       menyatakan makna menyerupai atau tiruan :mobil-mobilan, rumah-rumahan
j.      menyatakan tak bersyarat atau meskipun :kecil-kecil

k.     menyatakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan yang disebut pada kata dasarnya : masak-memasak, jahit-menjahit

 4. Kalimat
Kalimat adalah deretan kata yang mengandung satu pengertian lengkap. Kalimat harus disusun secara efektif. Syarat kalimat efektif yaitu logis, hemat, dan padu. Struktur kalimat baik harus mengandung unsur S-P (Subjek-Predikat). Kalimat efektif ditandai kejelasan ditandai kejelasan fungsi kata, kelogisan kalimat, penggunaan kata ganti, dan keefisienan (penggunaan kata tidak mubazir).

Indikator 25 : Memvariasikan kata
          Beberapa kata dalam bahasa Indonesia memiliki variasi kata yang bermakna sama. Kata tersebut dapat digunakan untuk mengganti kata lain yang bermakna sama. Kata-kata pengganti tersebut merupakan kata bersinonim, kata berkonotasi, dan ungkapan.

Indikator 26 : Memvariasikan kalimat
          Kalimat adalah deretan kata yang mengandung satu pengertian lengkap. Setiap kata menempati jabatan yang berbeda. Kata-kata tersebut dapat berfungsi sebagai subjek, predikat, objek, pelengkap, atau keterangan. Fungsi kata tersebut membentuk pola kalimat.  Berikut pola kalimat utama dalam bahasa Indonesia.
1.      Subjek-Predikat (S-P)
     Contoh:
Ø  Rio  pintar
    S        P
Ø  Queen  sangat rajin
       S               P
2.     Subjek-Predikat-Objek (S-P-O)
     Contoh :
Ø  Oxca  membeli  buku
       S        P           O
Ø  Adin  menari  Bali Dance
      S        P            O
3.     Subjek-Predikat-Keterangan (S-P-K)
     Contoh :
Ø  Torang  pergi  ke  Medan
             S         P                   K
Ø  Natan  pulang  kemarin
      S         P          K
4.     Subjek-Predikat-Pelengkap (S-P-Pel)
     Contoh :
Ø  Tasya   berkebaya   merah
       S            P             Pel
Ø  Agnes  sakit  kepala
       S       P        Pel
5.     Subjek-Predikat-Objek-Pelengkap (S-P-O-Pel)
     Contoh :
Ø  Putri   membeli  buku  EBI
     S            P          O     Pel
Ø  Ayu  memasak  sup  sosis
     S         P          O     Pel
6.     Subjek-Predikat-Objek-Keterangan (S-P-O-K)
     Contoh :
Ø  Farel  membeli  sepatu di  toko
      S         P            O            K tempat
Ø  Lauren   menyiram  tanaman  pada  sore hari
       S            P               O             K waktu
7.     Keterangan-Subjek-Predikat (K-S-P)
     Contoh :
Ø  Kemarin  Vemus  belajar 
     K waktu       P         P
Ø  Ke Yogja    Agnes  berwisata
     K tempat     S           P


Indikator 27 : Menulis dengan ilustrasi tertentu

       Menulis pada dasarnya adalah usaha untuk menuangkan ide,pikiran, perasaan, dan kemauan dengan wahana bahasa tulis. Apabila kita akan menulis teks dengan ilustrasi tertentu kita harus memperhatikan data yang terdapat pada teks. Dan untuk mengubah satu teks misalkan dari teks observasi ke teks eksposisi perlu memperhatikan struktur teks tersebut.

Indikator 28 : Mengubah teks ke bentuk lain

Hal yang harus diperhatikan ketika kita akan mengubah sebuah teks ke bentuk lain adalah kita harus menyusun teks tersebut sesuai dengan struktur teks yang baru. Misalnya, jika kita hendak mengubah teks laporan hasil observasi menjadi teks eksposisi, kita harus mengetahui struktur teks eksposisi dan memastikan penulisannya sesuai dengan struktur teks eksposisi.

Indikator 29 : Menunjukkan kata yang tidak sesuai kaidah

Kata yang sesuai kaidah adalah kata yang sesuai kaidah bahasa Indonesia. Untuk lebih memahami kaidah tersebut kalian bisa mempelajari buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Dan untuk mengetahui kosa kata yang baku kalian bisa melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Indikator 30 : Menunjukkan kalimat yang tidak sesuai kaidah

          Sebuah kalimat dikatakan tidak efektif apabila tidak memenuhi hal berikut:
1.   Unsur-unsur kalimat tidak lengkap
     Sebuah kalimat minimal terdapat dua unsur yaitu subjek dan predikat. 
2.  Unsur-unsur kalimat tidak tepat
    Unsur-unsur dalam kalimat harus ditempatkan pada tempat yang tepat. Maksudnya jabatan subjek-predikat diletakkan pada tempat yang tepat, jika tidak maka kalimat tersebut menjadi tidak efektif.
3.  Penggunaan unsur-unsur kalimat yang berlebihan
   Unsur yang berlebihan tersebut dapat berupa penggunaan kata yang sama artinya atau pemakaian kata tugas yang tidak perlu.
4.  Pilihan kata yang tidak tepat
   Kesalahan pemilihan kata bisa dipengaruhi oleh pemakaian bahasa sehari-hari atau pengaruh dari bahasa asing juga ketidakpahaman makna kata.
5.  Tidak logis

   Kalimat logis artinya perkataan  yang masuk akal, sesuai dengan logika, benar menurut penalaran.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar